
Petugas pemelihara jalan dari Sumatera Utara mendominasi sebanyak 25 unit dari total 28 kendaraan yang setiap hari beroperasi di jalan Aceh Tamiang.
Laporan Rahmad Wiguna | Aceh Tamiang
Media Global, KUALASIMPANG- Beberapa perusahaan yang beroperasi di Aceh Tamiang ditemukan masih memakai plat nomor kendaraan dari luar daerah.
Petugas BK asal Sumatera Utara mendominasi sebanyak 25 unit dari total 28 unit kendaraan yang setiap hari beroperasi melintasi jalan di Aceh Tamiang.
Kasat Lantas Polres Aceh Tamiang AKP Delyan Putra mengungkapkan tiga kendaraan yang menggunakan plat nomor BM (Riau) dan E (Cirebon).
"BM ada dua unit, sedangkan E satu unit," ujar Delyan, Kamis (2/10/2025) malam.
Delyan menjelaskan kendaraan ini sebagian besar berupa truk tangki sebanyak delapan unit, diikuti oleh minibus dan truk tronton masing-masing lima unit.
Diikuti oleh empat unit truk, tiga unit truk ringan, sedangkan truk tangki, truk, dan jeep masing-masing berjumlah satu unit.
Perdebatan Setelah Bobby Mengungkapkan BL
Persoalan pelat luar daerah ini menjadi hangat setelah Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution melakukan pemeriksaan terhadap truk berpelat BL di kawasan Langkat, Sumatera Utara, beberapa waktu yang lalu.
Tindakan Bobby dianggap arogan dan merusak hubungan harmonis antara masyarakat Aceh dan Sumatera Utara.
Koordinator Badan Eksekutif Mahasiswa Nusantara (BEMNus) Aceh, Muhammad Arif pernah mengajukan permintaan kepada Gubernur Aceh, Muzakir Manaf agar perusahaan perkebunan kelapa sawit di Aceh dilarang menjual TBS ke Sumatera Utara.
Secara umum, hampir semua perusahaan kelapa sawit menjual TBS ke Sumatera Utara, jelas truk yang digunakan memiliki plat nomor BL.
Maka tindakan Bobby dianggap sebagai langkah kembali ke konsep bisnis yang tidak sesuai dengan era modern," ujar Arif.
Pemprov Sumut Memberikan Penjelasan Terkait Bobby yang Melakukan Pemeriksaan Plat Kendaraan Aceh di Langkat
Sebelumnya, Media Global melaporkan bahwa masyarakat Aceh baru-baru ini dihebohkan oleh beredarnya video yang menunjukkan rombongan Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Bobby Nasution, menghentikan sebuah truk dengan plat nomor Aceh (BL) di wilayah Kabupaten Langkat, Sumut.
Di dalam video tersebut, rombongan gubernur meminta agar kendaraan yang beroperasi di Sumut namun masih menggunakan plat luar daerah segera mengganti dengan plat BK (Sumut) agar pembayaran pajaknya masuk ke Provinsi Sumut.
Video ini mendapatkan berbagai respons, terutama dari masyarakat Aceh.
Menanggapi video yang beredar, Asisten Administrasi Umum Pemprov Sumut, Dr H Muhammad Suib SPd MM memberikan penjelasan.
Ia menegaskan bahwa ajakan tersebut hanya berkaitan dengan kontribusi kendaraan bermotor terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
"Kami perlu menjelaskan bahwa seluruh kendaraan yang beroperasi dan berusaha di Sumatera Utara berharap agar semua plat nomor kendaraannya menggunakan plat Sumatera Utara, sehingga pajak kendaraan tersebut dapat menjadi kontribusi PAD Sumatera Utara," katanya dilansir Media Global dari akun TikTok @papametal, Senin (29/9/2025).
Ia menyebutkan pajak kendaraan bermotor sebagai salah satu sumber pendapatan utama di Sumut dengan besaran sekitar Rp1,7 triliun setiap tahun.
Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi Sumut berharap para pengusaha yang memiliki kendaraan dengan plat nomor luar daerah dapat menggantinya dengan plat Sumut.
"Harapan kami, seluruh pengusaha kami mengimbau yang pelatnya berasal dari luar Sumatera Utara berharap bisa mengikuti pelatihan di Sumatera Utara demi pembangunan Sumatera Utara," katanya.
Senator Aceh Haji Uma Menanggapi dengan Tegas
Anggota DPD RI dari Aceh, H Sudirman Haji Uma SSos turut mengkritik kebijakan Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, yang melarang dan memaksa kendaraan dengan plat Aceh (plat BL) yang beroperasi di Sumut untuk beralih ke plat BK.
Aksi menantu mantan Presiden Joko Widodo atau Jokowi ini viral di media sosial dan memicu tanggapan netizen terkait pemeriksaan plat kendaraan dari Sumatera Utara.
Menurut senator yang dikenal dengan panggilan Haji Uma, kebijakan tersebut terlihat penuh perasaan dan berat sebelah.
Pandai, sebagai daerah yang berbatasan, maka dilakukan koordinasi terlebih dahulu antar pemerintah daerah serta dilakukan sosialisasi yang intensif sebelum diterapkan secara maksimal agar tidak menimbulkan sentimen dan mengganggu keharmonisan antar daerah yang berbatasan.
"Saya menganggap kebijakan itu bersifat memihak dan tidak adil. Lebih bijaksana jika dilakukan koordinasi antar pemerintah daerah terlebih dahulu serta sosialisasi yang intensif sebelum diterapkan, agar tidak menimbulkan potensi perasaan negatif dan mengganggu harmonisasi antar daerah yang berbatasan," kata Haji Uma, pada Minggu (28/9/2025).
Selanjutnya, Haji Uma menegaskan bahwa operasi tersebut seharusnya tidak mengarah pada kendaraan plat BL yang melintas dengan tujuan pengangkutan barang atau penumpang antar daerah.
Karena hal tersebut tidak realistis dan tidak memiliki dasar hukum yang kuat, serta tidak terdapat unsur pelanggaran aturan sebagaimana diatur dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Haji Uma menjelaskan, kehadiran kendaraan dengan plat BL yang beroperasi di Sumut pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari kenyataan bahwa kendaraan angkutan barang maupun penumpang memiliki rute lintas provinsi.
Sebagai daerah yang berbatasan, tentu saja kendaraan saling melintasi antara Aceh dan Medan dengan plat nomor BL maupun BK,
"Seharusnya hal ini tidak boleh menjadi target dari operasi tersebut karena terdapat aturan hukum yang mengaturnya, yaitu UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan," tegas Haji Uma.
Haji Uma menuturkan, kendaraan tersebut mengangkut hasil pertanian, kebutuhan pokok, serta berbagai jenis barang lain yang menjadi tulang punggung penting bagi kegiatan ekonomi Aceh dan Sumatera Utara.
Selain itu, pemilik dan pengemudi kendaraan dengan plat nomor BL sebagian besar merupakan warga Aceh yang memiliki hak untuk melewati jalan nasional.
Selanjutnya, ia menilai kebijakan tersebut tidak hanya lemah dari segi hukum, tetapi juga berpotensi menyebabkan ketegangan antar provinsi yang selama ini telah hidup berdampingan.
Haji Uma menegaskan, contoh nyata dapat dilihat di DKI Jakarta.
Setiap hari, ribuan kendaraan dari Jawa Barat masuk ke ibu kota tanpa mengalami hambatan, dan menjadi komponen penting dalam pertumbuhan ekonomi yang saling terkait dan saling bergantung.
Menurutnya, seharusnya pemerintah daerah mampu bersikap arif, bukan justru menerapkan aturan yang menimbulkan perdebatan dan melemahkan suasana kerja sama.
Oleh karena itu, ia berencana mengirim surat kepada Menteri Dalam Negeri untuk menertibkan kebijakan pemerintah daerah yang dianggap melenceng, sekaligus memastikan bahwa prinsip hubungan antar provinsi tetap dipertahankan sesuai kerangka NKRI.
Hubungan antara Aceh dan Medan telah berlangsung lama, baik dalam bidang perdagangan maupun interaksi masyarakat,
"Jangan sampai hubungan yang baik ini rusak akibat kebijakan sepihak yang justru merugikan kepentingan masyarakat umum," kata Haji Uma.
Ia menekankan bahwa perekonomian Aceh sangat tergantung pada kerja sama yang erat dengan Sumatera Utara.
Banyak kebutuhan pokok dan bahan pokok Aceh diambil dari Medan, sehingga Sumatera Utara meraih keuntungan ekonomi yang cukup besar.
Situasi ini juga berkontribusi terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sumatera Utara.
Oleh karena itu, Haji Uma mengimbau agar tidak hanya memandang masalah dari sudut pandang yang sempit, misalnya dari segi pajak kendaraan.
Jika membahas tentang keadilan dan hubungan timbal balik, maka Aceh juga bisa bersikap ekstrem terhadap kendaraan bernomor polisi BK yang setiap hari berlalu lalang di wilayah Aceh.
Seharusnya Gubsu tidak hanya melihat hal ini dari sudut pandang yang sempit, hanya berdasarkan pajak pendapatan daerah saja,
“Karena Aceh tidak pernah melakukan tindakan diskriminatif seperti itu, karena kita menyadari betapa pentingnya sikap saling menghormati,” katanya.
Ia juga mengajak pemerintah provinsi Sumatera Utara untuk mengevaluasi kebijakan tersebut dengan pemikiran yang lebih bijaksana dan pertimbangan yang lebih mendalam.
"NKRI dibentuk berdasarkan persatuan, kerja sama, dan penghormatan antar daerah. Jangan sampai kebijakan daerah justru menghambat kerja sama ekonomi dan persaudaraan yang telah terjalin selama puluhan tahun," tutup Haji Uma.(mad/Media Global/Agus Ramadhan)
Posting Komentar